Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi
Mallarangeng menegaskan pemerinta Republik Indonesia tidak akan
mendukung penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang akan
digelar oleh Komite Penyelamat Sepakbola Nasional.
Menpora
menyatakan pemerintah menilai KLB tidak akan menyelesaikan masalah yang
ada di PSSI, namun Mallarangeng mengakui, sesuai statuta FIFA,
pemerintah juga tidak akan dapat melarang digelarnya KLB apabila
mayoritas anggota PSSI memang menginginkannya.
"Pemerintah tidak mendukung KLB PSSI karena tak bisa menyelesaikan masalah," kata Andi.
Selain
itu, Andi menambahkan pemerintah juga meminta kepada PSSI untuk tidak
melakukan diskriminasi terhadap pemain-pemain yang dipanggil ke timnas.
Seperti yang diketahui, saat ini PSSI hanya memanggil pemain-pemain yang
berkompetisi di Indonesian Premiere League, sementara pemain-pemain di
Superliga Indonesia tidak dihiraukan.
"Dalam hal pembentukan
timnas, pemerintah dalam pembentukan timnas meminta untuk non
diskriminatif terkait suku, asal klub dan sebagainya," tambahnya.
Sebelumnya
Menpora juga menjelaskan soal permulaan munculnya persoalan di PSSI.
Usai terpilihnya ketum PSSI Djohar Arifin pada 9 Juli 2011 dalam
perjalanannya ada beberapa kebijakan pengurus PSSI yang dianggap
kontroversi. Antara lain soal penggantian pengelola Liga. Kemudian
penambahan klub dari semula 18 klub menjadi 24 klub. Selain itu soal
pemecatan 4 anggora Komisi Eksekutif dan sebagainya.
"Masing-masing
pihak mendasarkan interpretasi pada statuta FIFA dan PSSI. Dalam posisi
ini pemerintah netral dan berdasar UU yang ada," kata Menpora. (Goal.Com)
Mantan ketua umum PSSI Agum Gumelar
menyayangkan perombakan kompetisi sepakbola di Indonesia yang dilakukan
kepengurusan PSSI pimpinan Djohar Arifin Husein.
Seperti
diketahui, PSSI memutuskan untuk mengubah kompetisi dengan memasukkan 24
tim di Liga Prima Indonesia (IPL) dengan latar belakang alasan yang
tidak jelas di bawah bendera PT Liga Prima Indonsia Sportindo (LPIS).
IPL sendiri akhirnya hanya diikuti 12 klub.
Kondisi ini memicu penolakan dari klub-klub,
dan akhirnya menggelar kompetisi dengan melanjutkan Superliga Indonesia
(ISL) yang diikuti 18 tim di bawah pengelolaan PT Liga INDonesia (LI).
“Tidak
seluruhnya kebijakan yang dibuat pengurus lama tak benar. Ada juga
kebijakan pengurus lama yang relevan untuk dilanjutkan,” ujar Agum.
“Saya
ambil contoh kompetisi yang telah berjalan dengan begitu baik, begitu
berbobot, begitu diminati, sehingga rating liga sepakbola kita juga jauh
mengalahkan rating sepakbola Eropa. Itu kan sudah bagus.”
“Animo masyarakat yang sudah besar ini, yang sudah, seharusnya dilanjutkan.”
“Kalau
kita mau membongkar pagar, maka kita harus tahu lebih dahulu, mengapa
kita dulu membuat pagar itu. Jangan main asal bongkar saja. (Goal.Com)
Angin segar sepertinya tengah berhembus di
dunia kepelatihan sepakbola Sumatra Barat. Di tengah regenerasi yang
tengah terjadi, satu per satu pelatih muda potensial bermunculan dari
bumi "Ranah Minang" dan langsung menyedot perhatian di tingkat nasional.
Sebelum
ini, sepakbola Sumbar memang "kering" dari pelatih kaliber nasional.
Sangat langka pelatih dari daerah ini yang bisa berkibar dan dikenal
luas publik sepakbola Indonesia. Bahkan, sempat muncul semacam
olok-olok, Sumbar atau Padang hanya punya dua pelatih sepakbola,
Suhatman Imam dan Jenniwardin.
Tidak keliru sebenarnya, karena memang dua
orang itulah namanya yang kerap disebut-sebut di tingkat nasional.
Soalnya, di tangan kedua pelatih yang silih berganti menangani tim Semen
Padang itu, ada prestasi yang lahir.
Suhatman misalnya,
mempersembahkan satu-satunya trofi bergengsi sejauh ini di di lemari
piala SP, yaitu juara Liga 1992. Prestasi lain pelatih yang pernah
menjadi pelatih PSSI Primavera dan Baretti ini ini adalah semi-final
Liga Indonesia 2002.
Sedangkan Jeniwardin, pelatih yang juga
pernah menukangi Sriwijaya FC dan PSPS Pekanbaru ini, tercatat membawa
Semen Padang ke 10 besar Liga Indonesia 1998/99. "Sebuah fakta, Semen
Padang FC bisa berprestasi lebih baik jika ditangani pelatih lokal
daerah. Ini yang membuat Suhatman dan Jenniwardin bisa dikenal di
tingkat nasional," ujar wartawan olahraga senior Sumbar, Yosrizal kepada
GOAL.com Indonesia, Rabu (8/2).
Menurut mantan ketua SIWO PWI sumbar ini,
saat ini memang tengah terjadi proses regenerasi di dunia kepelatihan
sepakbola Sumbar. Era Suhatman dan Jenniwardin memang telah berlalu, dan
muncul pelatih-pelatih muda yang sejatinya adalah murid-murid kedua
pelatih kawakan itu.
Yang paling menonjol tentu Nil Maizar,
pelatih kepala Semen Padang FC saat ini. Dalam debutnya sebagai pelatih
kepala dengan tim baru promosi, Nil mampu membawa timnya meraih
peringkat empat Superliga 2010/11.
Dari sini nama pelatih berusia
42 tahun, jebolan PSSI Garuda II itu mulai akrab ditelinga publik
sepakbola nasional. Bahkan namanya mulai digadang-gadang sebagai calon
pelatih timnas masa depan. Apresiasi pun mulai didapatkan, misalnya
dipercaya menukangi tim Para Bintang Superliga musim lalu.
Setelah
sempat disebut-sebut calon kuat suksesor Rahmad Dermawan di timnas
U-23, pemegang Lisensi A AFC ini kini tengah ditimang-timang PSSI untuk
memegang timnas selection, yang akan menghadapi klub asal Italia Inter
Milan saat melakukan tur Indonesia 2012 pada Mei mendatang.
"Sama
dengan pelatih-pelatih lain, menjadi pelatih timnas adalah sebuah
cita-cita dan impian seorang pelatih, termasuk saya. Adalah sebuah
kebanggaan dan kehormatan, jika diberi kesempatan melatih timnas," kata
lelaki yang parasnya lumayan sedap dipandang mata ini.
Selain
Nil, pelatih asal Padang yang mulai mencuri perhatian adalah Indra
Syafri. Sukses membawa timnas U-17 juara di invitasi sepakbola U-17
tingkat Asia di Hongkong beberapa waktu lalu membuat mantan pemain dan
pelatih PSP Padang ini mulai dikenal publik sepakbola Indonesia. Indra
dianggap memberikan seteguk air di tengah gersangnya prestasi sepakbola
nasional.
Lelaki kelahiran 2 Februari 1963, yang selama ini
lebih banyak berkutat sebagai instruktur dan talent scouting di PSSI
sejak Mei 2009, kini diperbantukan di timnas U-23 dan senior menjadi
asisten Aji Santoso. "Terima kasih atas kepercayaan PSSI pada saya. Ini
adalah lecutan buat saya untuk berbuat lebih banyak untuk persepakbolaan
negeri ini," kata Indra.
Selain Nil Maizar dan Indra Syafri, ada
sosok-sosok pelatih muda asal Padang yang juga mulai dikenal, misalnya
John Arwandi dan Wellyansyah. John yang saat ini asisten pelatih di
Persikabo Bogor, sebelumnya juga menjadi pelatih kepala eks klub LPI,
Bogor Raya FC.
Sedangkan Welly, mantan stoper beringas Semen
Padang era 1980-an, namanya mencuat saat membawa Semen padang U-21
sebagai runner up ISL U-21 tahun lalu. "Saya bisa katakan, Welly adalah
salah satu calon pelatih masa depan Semen Padang. Dia punya kapasitas
untuk jadi pelatih yang baik, mau belajar dan pekerja keras," kata
mantan direktur teknis timnas, Sutan Harhara, yang juga pernah melatih
Semen Padang musim 2007/08 lalu. (Goal.com)